PELANTIKAN PENGURUS NAHDLOTUL ULAMA " MWC " JEPON, MASA KHIDMAT 2012 - 2017 PADA : 27 MEI 2013. DI KIDANGAN JEPON , BLORA , JAWA TENGAH , INDONESIA No Telepon Pengurus 085 292 156 100 ...............................Blog Masih Dalam Proses Pengeditan jika ada Judul Posting yg masih kosong mohon dimaklumi,,,,salam kenal dan selamat bergabung dengan BLOG kami.....

Senin, 10 Juni 2013

Tanah Waqaf & Hibah

 K. SUBAKIR Ketua MWC NU Kecamatan Jepon meninjau Tanah Hibah Di Kawasan PERUMAHAN " KIDANG KENCANA" Jepon

Minggu, 02 Juni 2013

Desa Djepon Jang Bersedjarah


BLORA TERKENAL dahulu sebagai daerah basis P.K.I. Bahkan setelah P.K.I. hantjur (berhubung dengan G. 30. S.nja), daerah Blora digunakan oleh sisa2 P.K.I. sebagai tempat untuk menjusun kembali kekuatannya. Ingat sadja kepada pristiwa penggrebekan padepokan mBah Suro disitihinggil Blora belum lama berselang.
Tapi djustru didaerah basis P.K.I. inilah untuk pertama kali Tjabang Nahdlatul Ulama didirikan di Indonesia ini.
Bukan maksud kita untuk menondjolkan, tetapi demi penghargaan kita terhadap keberanian sponsornja, maka kita kemukakan tulisan ini.
Didirikan didesa Kidangan Djepon
Kita akan menjebrangi rel kereta api jang memandjang ditepian djalan beraspal itu. Kemudian akan kita dapatkan sebuah langgar ketcil, madrasah dan rumah tua. Kesemuanja terbuat dari papan. Kesan kita ketika memasuki komplek ini adalah, bahwa kita merasakan adanja suatu ketenangan.
Nah ditemapat jang kita kemukakan diatas itulah mula bukanja didirikan tjabang Nahdlatul Ulama’ untuk jang pertama kali di Indonesia. Desanja ketjil sadja, Kidangan termasuk Ketjamatan Djepon Blora. Tapi meski desa ketjil, ia memiliki nilai2 histori jang sedemikian besar bagi perkembangan Nahdlatul Ulama’ di Indonesia ini.
Adapun susunan pengurus Tjabang Nahdlatul Ulama jang pertama tersebut adalah sebagai berikut: Ketua almukarrom K. Maksum, Sekretaris Sudjak (Pensiunan komandan Polisi), Bendahara Tjipto, Pembantu Chasan Hardjo sebagai Sjurijah; K. Muntaha, K. Muzajin, H. Zaenuri dan K. Tamzis
Peresmian jang sangat meriah
Rupanja pendirian Tjabang Nahdlatul Ulama untuk jang pertama kali itu (tahun 1927) dapat perhatian besar dari umat Islam. Karena ternjata ketika diadakan upatjara peresmian, ber-ribu2 ummat Islam ber-bondong2 membandjirinja. Upatjara peresmian tersebut sampai2 seperti rapat besar (rapat umum). Hadir dalam penjelenggaraan tersebut antara lain Almukarom K.H. Wahab Hasbullah, K.H. Asjhary dan K.H. Abdullah Ubaid.
Ketika itu Pemerintah Belanda masih bertjokol di Indonesia. Karena itu sedikit banjak usaha2 jang didjalankan oleh Tjabang Nahdlatul Ulama jang pertama tersebut mendapat pula berbagai rintangan, Alm. K. Maksum sendiri pernah ditangkap oleh Belanda.
Adapun usaha jang didjalankan ketika itu adalah mendirikan djama’ah di desa2 jang belum ada masdjidnja. Dan djika kita pergi kedaerah Blora, maka kita akan mendjumpai beberapa masdjid dan madrasah jang merupakan peninggalan djerih pajah perdjuangannja, antra lain: Masdjid Brumbung, Masdjid Kidangan, Masdjid Pule dagel, Masdjid Tempel, dan sebagainja Peninggalan berupa madrasah antra lain: Madrasah Ibtidaljah Kidangan, Madrasah Ibtidaljah Djetis Blora dan sebagainja.
Disamping itu dalam bidang Da’wah Islamijah, diselenggarakan pengadjian2 keliling dari desa kedesa jang sampai sekarang masih berdjalan. Handja sadja untuk Desa Bogordjo jang dulu dipimpin oleh Almarhum K. Tamzis, pengadjian jang diselenggarakan tiap2 hari senin setjara bergilir dari rumah kerumah dilarang oleh sementara oknum Pediabat setempat.
Pada Tahun 1930 dipindah ke Blora Nahdlatul Ulama’ pertama jang berkedudukan didesa ketjil itu 3 tahun kemudian (jaitu Th. 1930 diadakan penjempurnaan. Disamping itu kedudukannjapun dikota Blora. Adapun susunan Pengurusanja sebagai berikut: Ketua Umum: Alm. K. Maksum, Wakil Ketua Umum: H. Asjhary. Sekretaris: (tak diketahui) dan Bendahara: H. Busjro dan H. Sujuti.
Nahdlatul Ulama’ jang dirintis pertama kali oleh Alm. K. Maksum itulah jang sampai sekarang masih berdiri sebagai Partai Nahdlatul Ulama’ Blora. (Sekarang Tjabang)
Demikian uraian singkat tentang berdirinja Tjabang Nahdlatul Ulama’ jang pertama kali di Indonesia. Uaraian ini kita maksudkan sebagai penghargaan atas perdjuangan para Alim Ulama’ jang diantranja banjak jang telah wafat mendahului kita. Semoa Allah SWT. Melimpahkan kasih sanjangja. Amin ja robbal ‘alamin. (L.S.)***

Dari berita “ LINO ) edisi awal mei 1971.
LINO (Lailatul Idjtima’ nahdlatoel oelama)                               

Qowaidul Fiqhiah


1.                 Al-Umur bi Maqashidiha
”Semua persoalan tergantung pada maksud/tujuannya”.
Kaidah ini memberi pengertian bahwa setiap amal perbuatan manusia, baik yang berwujud perkataan maupun perbuatan diukur menurut niat si pelaku. Untuk mengetahui sejauhmana niat si pelaku, haruslah dilihat adanya qarinah/alasan yang dapat dijadikan petunjuk untuk mengetahui jenis niat dari pelakunya.
Sebagai contoh, seorang pemburu yang menembak binatang buruan di hutan, yang kemudian ternyata tidak mengenai sasarannya, akan tetapi pelurunya nyasar pada seorang pencari kayu yang ada di hutan itu. Dalam kasus seperti ini, si pemburu yang melepaskan tembakan itu tidak dapat dikategorikan sebagai pembunuhan sengaja, karena dengan adanya hutan (sebagai qarinah/alasan) yang menghalangi atau mengganggu penglihatan terhadap binatang buruan tersebut, yang mengakibatkan kesalahan sehingga peluru nyasar ke tubuh si pencari kayu. Dengan demikian si pemburu hanya dapat dikategorikan sebagai orang yang melakukan pembunuhan tidak sengaja.

2. Al-Yaqinu la yuzalu bi al-syakki
”Sesuatu yang sudah yakin tidak dapat dihilangkan hanya karena adanya sesuatu yang meragukan (syak)”.
Maksud kaidah ini ialah : Apabila seseorang telah meyakini suatu persoalan, maka yang telah yakin ini tidak dapat dihilangkan dengan munculnya sesuatu keraguan. Contoh: Seseorang yang telah mengambil air wudlu’, kemudian datang keraguan apakah ia berhadats atau tidak? Dalam hal seperti ini ia dapat menetapkan hukum apa yang telah ia yakini, yaitu ia masih punya wadlu’ dan belum berhadats.

3. Al-Dlararu yuzalu syar’an
”Menurut syara’ bahwa bahaya itu harus dihilangkan”.
Kaidah ini sangat luas cakupannya, baik dalam bidang ibadah, muamalah maupun dalam bidang jinayah. Dalam bidang ibadah, seperti: Karena air yang akan dipakai untuk berwudlu, tercemar dan membahayakan, maka kita boleh bertayammum. Dalam bidang mu’amalah, contohnya: Seseorang dapat mengembalikan barang yang telah dibeli, karena ada cacatnya, agar tidak merugikan salah satu pihak, Itulah disebut dengan hak khiyar (hak yang diberikan kepada seseorang untuk melanjutkan transaksinya atau membatalkannya). Dalam bidang jinayah (tindak pidana), seperti perampok dapat dijatuhi hukum mati, agar tidak meresakan kehidupan masyarakat.

4. Al-Masyaqqatu tajlibu al-taisir
”Kesukaran itu dapat menimbulkan kemudahan”.
Dalam keadaan musafir, diperbolehkan menqashar shalat, dari empat rakaat menjadi dua rakaat. Selain diperbolehkan mengqashar shalat bagi musafir, masih banyak kemudahan-kemudahan yang diberikan kepadanya, antara lain: Diperbolehkan berbuka puasa, diperbolehkan makan bangkai atau makan makanan lain yang diharamkan, dikala tidak ada makanan selain bangkai yang diharamkan itu.

5. Al-Adatu muhkamatun
”Adat kebiasaan dapat dijadikan dasar hukum”.
Para fuqaha memberikan definisi adat kebiasaan sebagai berikut: ”Adat ialah segala yang telah dikenal manusia, sehingga hal itu menjadi suatu kebiasaan yang berlaku dalam kehidupan mereka baik berupa perkataan atau perbuatan”. Contoh: Jika seorang wali kemanten wanita lupa menyebutkan mahar pada waktu akad nikah, maka mahar dapat ditentukan dengan mahar mitsil/mahar yang biasa berlaku di daerah itu.
Sedangkan adat yang berlawanan dengan nash atau jiwa syari’ah, maka tidak boleh dijadikan sumber penetapan hukum, seperti melek-an (bhs. Jawa) sambil main judi. Melek-annya boleh, tetapi main judinya yang tidak boleh.

Hukum Perempuan Mengenakan Celana Ketat


Busana menunjukkan budaya. Salah satu cara mengenal orang adalah dari busana yang dikenakannya. Kita bisa tahu dari mana seseorang berasal ketika kita melihat gaya busananya. Ada adat Jawa, adat Batak dan lain sebagainya. Busana juga menunjukkan jati diri seseorang. Karena busana merupakan tanda. Tanda selalu menunjukkan sesuatu yang ditandainya. Lampu Merah merupakan tanda untuk berhenti, hijau tandanya berjalan. Begitu juga dengan busana kerudung seharusnya menunjukkan kesalehan, begitu juga dengan peci.
Akan tetapi bersama berjalannya waktu dan derasnya arus teknologi informasi, seolah-olah penandaan tersebut sudah tidak berlaku lagi. Ini dikarenakan kejamnya penjajahan industri busana dan mode terhadap busana tradisional. Maka muncullah berbagai macam model busana yang bertentangan dengan kaedah Islam. Misalnya celana ketat, atau juga rok pendek. Lantas bagaimanakah hukumnya bagi muslimah yang tidak bisa menghindari model busana seperti tersebut, entah karena tuntutan profesi (dalam bekerja) atau memang sebagai pilihan tersendiri?
Sebenarnya Islam telah menegaskan bahwa batasan aurat dalam sholat maupun di luar sholat adalah sama. Jika aurat laki-laki adalah pusar hingga dengkul, sedangkan aurat untuk perempuan semua anggota badan selain mata dan telapak tangan. Lalu bagaimanakah jika perempuan memakai celana ketat, bukankah itu telah menutup aurat?
Mengenai hal ini fiqih mempunyai dua pendapat; pertama tidak diperbolehkan bagi wanita memakai celana ketat sehingga menimbulkan syahwat bagi yang melihatnya apalagi sampai kelihatan warna kulitnya. Seperti yang terdapat dalam Mauhibah Dzil Fadlal juz II hal.326-327, dan dalam Minhajul Qawim juz I hal 234
وشرط الساتر فى الصلاة وخارجها ان يشمل المستور لبسا ونحوه مع ستر اللون فيكفى مايمنع ادراك لون البشرة
Hukum kedua adalah makruh seperti ditunjukkan dalam I’anatut Thalibin juz I, hal 134:
ويكفى مايحكى لحجم الاعضاء (اي ويكفي جرم يدرك الناس منه قدرالاعضاء كسراويل ضيقة) لكنه خلاف الأولى (اي للرجل واماالمرأة والخنثى فيكره لهما) (حاشية اعانة الطالبين ج 1 ص 134)