Busana menunjukkan budaya. Salah
satu cara mengenal orang adalah dari busana yang dikenakannya. Kita bisa tahu
dari mana seseorang berasal ketika kita melihat gaya busananya. Ada adat Jawa, adat Batak dan lain sebagainya.
Busana juga menunjukkan jati diri seseorang. Karena busana merupakan tanda.
Tanda selalu menunjukkan sesuatu yang ditandainya. Lampu Merah merupakan tanda
untuk berhenti, hijau tandanya berjalan. Begitu juga dengan busana kerudung
seharusnya menunjukkan kesalehan, begitu juga dengan peci.
Akan tetapi bersama berjalannya
waktu dan derasnya arus teknologi informasi, seolah-olah penandaan tersebut
sudah tidak berlaku lagi. Ini dikarenakan kejamnya penjajahan industri busana
dan mode terhadap busana tradisional. Maka muncullah berbagai macam model
busana yang bertentangan dengan kaedah Islam. Misalnya celana ketat, atau juga
rok pendek. Lantas bagaimanakah hukumnya bagi muslimah yang tidak bisa
menghindari model busana seperti tersebut, entah karena tuntutan profesi (dalam
bekerja) atau memang sebagai pilihan tersendiri?
Sebenarnya Islam telah
menegaskan bahwa batasan aurat dalam sholat maupun di luar sholat adalah sama.
Jika aurat laki-laki adalah pusar hingga dengkul, sedangkan aurat untuk
perempuan semua anggota badan selain mata dan telapak tangan. Lalu bagaimanakah
jika perempuan memakai celana ketat, bukankah itu telah menutup aurat?
Mengenai hal ini fiqih mempunyai
dua pendapat; pertama tidak diperbolehkan bagi wanita memakai celana
ketat sehingga menimbulkan syahwat bagi yang melihatnya apalagi sampai
kelihatan warna kulitnya. Seperti yang terdapat dalam Mauhibah Dzil Fadlal juz
II hal.326-327, dan dalam Minhajul Qawim juz I hal 234
وشرط الساتر فى الصلاة وخارجها ان يشمل المستور لبسا
ونحوه مع ستر اللون فيكفى مايمنع ادراك لون البشرة
Hukum kedua adalah makruh
seperti ditunjukkan dalam I’anatut Thalibin juz I, hal 134:
ويكفى مايحكى لحجم الاعضاء (اي
ويكفي جرم يدرك الناس منه قدرالاعضاء كسراويل ضيقة) لكنه خلاف الأولى (اي للرجل
واماالمرأة والخنثى فيكره لهما) (حاشية اعانة الطالبين ج 1 ص 134)
assamualaikum, kapan jepon ada pondok pesantren dengan kyai yg disegani umat.
BalasHapus