ان الحمد لله الذى أرسل رسوله بالهدى ودين الحق ليظهره
على الدين كله. أرسله بشيرا ونذيرا وداعيا الى الله باذنه وسراجا منيرا. أشهد ان
لا اله الا الله وحده لا شريك له. شهادة اعدها للقائه ذخرأ. واشهد ان محمدا عبده و
رسوله. ارفع البرية قدرا. اللهم صل وسلم وبارك على سيدنا محمد وعلى أله وأصحابه
وسلم تسليما كثيرا. أما بعد. فياأيها الناساعْلَمُوا أَنَّمَا الْحَيَاةُ
الدُّنْيَا لَعِبٌ وَلَهْوٌ وَزِينَةٌ وَتَفَاخُرٌ بَيْنَكُمْ وَتَكَاثُرٌ فِي
الْأَمْوَالِ وَالْأَوْلَادِ ۖ كَمَثَلِ غَيْثٍ أَعْجَبَ الْكُفَّارَ نَبَاتُهُ
ثُمَّ يَهِيجُ فَتَرَاهُ مُصْفَرًّا ثُمَّ يَكُونُ حُطَامًا ۖ وَفِي الْآخِرَةِ
عَذَابٌ شَدِيدٌ وَمَغْفِرَةٌ مِنَ اللَّهِ وَرِضْوَانٌ ۚ وَمَا الْحَيَاةُ
الدُّنْيَا إِلَّا مَتَاعُ الْغُرُورِ
Ma’asyiral
Muslimin Rahimakumullah
Marilah kita
bersama meningkatkan ketaqwaan kita kepada Allah Yang Maha Kuasa dengan
mementingkan segala perintah-Nya dan mengalahkan urusan dunia. Sungguh urusan
dunia itu hanyalah bersifat sementara.
اعْلَمُوا أَنَّمَا الْحَيَاةُ الدُّنْيَا لَعِبٌ وَلَهْوٌ وَزِينَةٌ وَتَفَاخُرٌ بَيْنَكُمْ وَتَكَاثُرٌ فِي الْأَمْوَالِ وَالْأَوْلَادِ ۖ كَمَثَلِ غَيْثٍ أَعْجَبَ الْكُفَّارَ نَبَاتُهُ ثُمَّ يَهِيجُ فَتَرَاهُ مُصْفَرًّا ثُمَّ يَكُونُ حُطَامًا ۖ وَفِي الْآخِرَةِ عَذَابٌ شَدِيدٌ وَمَغْفِرَةٌ مِنَ اللَّهِ وَرِضْوَانٌ ۚ وَمَا الْحَيَاةُ الدُّنْيَا إِلَّا مَتَاعُ الْغُرُورِ
Ketahuilah,
bahwa sesungguhnya kehidupan dunia ini hanyalah permainan dan suatu yang
melalaikan, perhiasan dan bermegah- megah antara kamu serta berbangga-banggaan
tentang banyaknya harta dan anak, seperti hujan yang tanam-tanamannya
mengagumkan para petani; kemudian tanaman itu menjadi kering dan kamu lihat
warnanya kuning kemudian menjadi hancur. Dan di akhirat (nanti) ada azab yang
keras dan ampunan dari Allah serta keridhaan-Nya. Dan kehidupan dunia ini tidak
lain hanyalah kesenangan yang menipu.
Imam Najmuddin an-Nasafi menafsirkan bahwa setiap fase kehidupan tersebut akan dilalui oleh manusia selama delapan tahun.
Pertama La’ibun
secara
bahasa berarti sebuah permainan. Permainan merupakan kata yang menunjuk pada
tidak adanya keseriusan. Dalam bahasa Indonesia keseharian ‘mainan’ adalah
anonim dari ‘beneran’. Dengan kata lain, bahwa kehidupan di dunia ini
bukanlah sesuatu yang beneran, tapi hanya bohongan. Rumah di dunia adalah rumah-rumahan,
kawin di dunia adalah kawin-kawinan dan begitulah seterusnya.
Jika
diterapkan penafsiran Imam Najmuddin dalam ayat ini, maka fase la’ibun
ada fase pertama dari kehidupan manusia selama berumur 1-8 tahun yang berisikan
permainan. Lihat saja anak-anak kita yang tidak terlalu banyak berpikir dalam
usia tersebut. Bahkan begitu pentingnya permainan hingga diciptakanlah berbagai
macam kelompok bermain (playgroup). Hal ini persis dengan apa yang dikatakan
oleh Imam ar-Razi dalam tafsirnya Mafatihul Ghaib, bahwa la’ibun
merupakan karakter anak-anak yang tidak pernah memikirkan manfaat dari apa yang
dilakukannya, karena semua itu hanya sekedar permainan.
Jama’ah
Jum’ah Rahimakumullah
Kedua lahwun
adalah sifat
lalai yang terdapat dalam diri manusia, lalai karena tidak terbiasa berpikir
panjang atau sengaja tidak mau berpikir panjang. Apa yang dilakukan selalu
menurut tuntutan hawa nafsu. Tawuran, kebut-kebutan semua dilakukan tanpa ada
pertimbangan, asal hati senang maka kakipun melangkah. Inilah sifat yang
melanda anak manusia dalam fase kedua kehidupannya, ketika remaja berumur 9-16
tahun.
Ketiga zinatun,
bahwa dunia
ini adalah perhiasan semata. Dunia seisinya tidak lebih dari asesoris
kehidupan. Imam ar-Razi mengatakan bahwa fase ini banyak menerpa kaum hawa.
Ketika umur telah mulai menginjak tujuh belas tahu, maka mulailah perempuan itu
menyadari akan keperempuanannya. Mulailah apa yang disebut dengan masa
kedewasaan. Diantara tanda-tandanya adalah berlama-lama di depan kaca. Merias
diri, merubah penampilan dan lain2.
Begitu juga
dengan masalah penampilan, fase kehidupan ini (17-24 tahun), anak manusia
selalu ingin tampil mengagumkan. Motor harus ada, HP harus seri terbaru, kuliah
harus diperguruan tinggi. Padahal jika dipikir lebih dalam, semua tuntutan itu
hanya semakin menjauh dari subtansi kehidupan. Tidak peduli pengetahuan yang
didapat, yang penting universitas yang terkenal. Tidak peduli dengan pantas
atau tidak yang penting tampil keren dan mempesona. Sungguh semua itu adalah
dalil betapa kehidupan dunia ini adalah asesoris belaka.
Ma’asyiral
Muslimin Rahimakumullah
Keempat, tafakhurun baynakum
artinya dunia menjadi tempat untuk saling
bermegah-megahan, dunia menjadi media saling menyombongkan diri, atau dalam
bahasa jawa disebut ‘anggak-anggakan’. Baik saling menyombongan kepunyaan
maupun ke’turunan’. Biasanya dalam fase ini antara umur 25-32 tahun anak
manusia mulai mencari jati dirinya. Dalam pencarian itulah ada kalanya dia
membanggakan nasabnya/keturunannya, atau membanggakan milik ayahnya hanya
sekedar ingin terlihat lebih di antara sesama.
Kelima takatsurun fil amwal,
Bahwa dunia ini adalah tempat memperbanyak harta dan
keturunan. Inilah puncak dari fase kehidupan manusia ketika berumur 33 tahun
dan seterusnya. Pada saat-saat inilah kita melihat semangat yang menggebu dalam
diri manusia untuk berbisnis menumpuk harta Bahkan juga masa memanjakan anak
dan keluarga.
Keenam takatsurun fil aulad,
fase ini
merupakan kelanjutan dari fase sebelumnya. Jika menuruti pendapat Iman
Najmuddin an-Nasafi, maka umur empat puluh ke atas adalah masa yang wajar
seseorag mulai memperhatikan kepentingan anak dan cucu-cucunya. Membanggakan
dan terlalu memikirkan kehidupan mereka. Seolah tidak tega jika melihat anak
dan cucu itu terlantar hidupnya, maka diteruskanlah fase sebelumnya, sehingga
para orang tua demi anak cucu jejaring yang kuat untuk mempertahankan kekayaan
dan kehidupannya.
Maka menjadi
tidak aneh, ketika kesempatan berkumpul dengan sesama dalam reoni keluarga atau
reoni kawan lama yang akan dipertanyakan adalah berapa jumlah anak dan cucunya.
Inilah,
keadaan hidup di dunia. Jikalau kita tidak sekedar sadar diri niscaya
kita akan terhanyut dalam arus yang makin menjauhkan hidup ini dari
subtansinya. Semakin tersibukkanlah kita dengan keaduniawian yng tidak ada
putusnya, dunia bakagikan candu yang tidak mudah dihentikan.
Hadirin
Jama’ah Jum’ah yang Dimuliakan Allah
Maka, begitulah perjalanan hidup di dunia dan betapa
sebentarnya kehidupan ini, sehingga ditamsilkan/diibaratkan/digambarkan dalam
ayat ini bagaikan umur tumbuhan yang tersiram , tumbuh, berbuah lalu hancur tak
berbekas.
كَمَثَلِ غَيْثٍ أَعْجَبَ الْكُفَّارَ نَبَاتُهُ ثُمَّ
يَهِيجُ فَتَرَاهُ مُصْفَرًّا ثُمَّ يَكُونُ حُطَامًا
seperti
hujan yang tanam-tanamannya mengagumkan para petani; kemudian tanaman itu
menjadi kering dan kamu lihat warnanya kuning kemudian menjadi hancur.
Oleh karena
itulah sungguh beruntung mereka yang mengerti dan menyadarinya, lalu membenahi
langkah dalam kehidupannya dan meluangkan waktu untuk beribadah kepada Allah
s.w.t
بَارَكَ اللهُ لِيْ وَلَكُمْ فِيْ اْلقُرْآنِ
اْلعَظِيْمِ وَنَفَعَنِي وَإيَّاكُمْ ِبمَا ِفيْهِ مِنَ اْلآياَتِ وَالذكْر
ِالْحَكِيْمِ وَتَقَبَّلَ مِنِّي وَمِنْكُمْ تِلاَوَتَهُ إنَّهُ هُوَ السَّمِيْعُ
اْلعَلِيْمُ
Tidak ada komentar:
Posting Komentar