إِنَّ الْحَمْدَ للهِ نَحْمَدُهُ
وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ وَنَعُوْذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا
وَسَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلاَ مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ
يُضْلِلْ فَلاَ هَادِيَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ
لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّداً عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ.
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ اتَّقُواْ اللّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوتُنَّ إِلاَّ وَأَنتُم مُّسْلِمُونَ.
يَا أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُواْ رَبَّكُمُ الَّذِي خَلَقَكُم مِّن نَّفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالاً كَثِيراً وَنِسَاء وَاتَّقُواْ اللّهَ الَّذِي تَسَاءلُونَ بِهِ وَالأَرْحَامَ إِنَّ اللّهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيباً.
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَقُولُوا قَوْلاً سَدِيداً . يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَمَن يُطِعْ اللَّهَ وَرَسُولَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزاً عَظِيماً.
أَمَّا بَعْدُ، فَإِنَّ خَيْرَ الْحَدِيثِ كِتَابُ اللَّهِ، وَخَيْرُ الْهُدَى هُدَى مُحَمَّدٍ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، وَشَرُّ الْأُمُورِ مُحْدَثَاتُهَا، وَكُلُّ بِدْعَةٍ ضَلَالَةٌ.
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ اتَّقُواْ اللّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوتُنَّ إِلاَّ وَأَنتُم مُّسْلِمُونَ.
يَا أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُواْ رَبَّكُمُ الَّذِي خَلَقَكُم مِّن نَّفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالاً كَثِيراً وَنِسَاء وَاتَّقُواْ اللّهَ الَّذِي تَسَاءلُونَ بِهِ وَالأَرْحَامَ إِنَّ اللّهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيباً.
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَقُولُوا قَوْلاً سَدِيداً . يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَمَن يُطِعْ اللَّهَ وَرَسُولَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزاً عَظِيماً.
أَمَّا بَعْدُ، فَإِنَّ خَيْرَ الْحَدِيثِ كِتَابُ اللَّهِ، وَخَيْرُ الْهُدَى هُدَى مُحَمَّدٍ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، وَشَرُّ الْأُمُورِ مُحْدَثَاتُهَا، وَكُلُّ بِدْعَةٍ ضَلَالَةٌ.
Jamaah Jumat rahimakumullah…
Pertama, marilah kita tingkatkan ketakwaan kepada Allah Subhanahu
wa Ta’ala sebenar-benarnya;
yaitu dengan mengamalkan apa yang diperintahkan oleh-Nya dan Rasul-Nya shallallahu
’alaihi wa sallam,serta menjauhi apa yang dilarang oleh-Nya dan
Rasul-Nya shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Kaum muslimin yang
kami hormati…
Suatu hari, sebelum diharamkannya khamr, beberapa sahabat Nabi shallallahu
’alaihi wa sallamberkumpul di sebuah kebun untuk minum khamr bersama. Di tengah keasyikan mereka
itu, tiba-tiba datanglah utusan Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam seraya berkata, “Sesungguhnya khamr telah diharamkan!” [HR. Abu Dawud dari
Anas bin Malik radhiyallahu’anhu].Serta
merta mereka pun menghentikan aktivitasnya. Bahkan, khamr yang tersisa di mulut yang hanya
tinggal ditelan, mereka muntahkan pula
[HR. Ath-Thabary dalam Tafsir-nya Q.S.
Al-Maidah: 91].Gentong-gentong khamr yang masih tersisa di rumah para
sahabat pun ditumpahkan, hingga lorong-lorong kota Madinah becek dengan khamr
[Lihat: HR. Bukhari
dan Muslim dari Anas bin Malik radhiyallahu’anhu].
Subhanallah! Bentuk
kepatuhan luar biasa terhadap aturan agama.
Empat belas abad lalu, di suatu siang, salah seorang sahabat,
Mâ’iz bin Mâlik radhiyallahu ’anhu datang menemui Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam seraya berkata, “Wahai Rasulullah
sucikanlah aku!”.
“Celaka engkau,
kembalilah!
Beristigfar dan
bertobatlah engkau kepada Allah!” jawab beliau.
Dia mundur tidak
jauh, lalu datang kembali dan berkata, “Wahai Rasulullah, sucikanlah aku!”.
“Celaka engkau,
kembalilah!
Beristigfar dan
bertobatlah engkau kepada Allah!” tukas beliau lagi.
Dia mundur tidak
jauh, kemudian datang kembali seraya berkata, “Wahai Rasulullah, sucikanlah
aku!”.
Namun Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam tetap
memberikan jawaban yang sama. Akhirnya di kali keempatnya beliau bertanya,
“Kusucikan engkau dari apa?”.
“Sucikanlah aku dari
perbuatan zina!”.
Rasululullah shallallahu ’alaihi wa sallam bertanya
apakah dia tidak waras? Dijawab “Dia waras”.
“Apakah dia baru saja minum khamr?”.
Seorang sahabat berdiri dan membaui mulutnya, ternyata tidak
tercium bau khamr.
Akhirnya Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam pun
memastikan, “Apakah engkau benar-benar telah berzina?”.
“Ya” jawabnya dengan
pasti.
Lalu ia
diperintahkan untuk dirajam sampai mati.
Setelah Mâ’iz
meninggal, para sahabat terbagi menjadi dua. Sebagian mencela Mâ’iz dan
sebagian yang lain memujinya, hal itu berlangsung dua hingga tiga hari…
Di hari ketiga, Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam pun
bersabda,
لَقَدْ تَابَ تَوْبَةً لَوْ
قُسِمَتْ بَيْنَ أُمَّةٍ لَوَسِعَتْهُمْ
“Ia telah bertobat dengan sebuah tobat, yang jika dibagikan kepada
suatu umat, niscaya tobat tersebut cukup untuk mereka semua.” (H.r. Muslim dari Buraidah radhiyallahu ’anhu).
Subhanallah, kebeningan
hati luar biasa, yang manakala tergores noda maksiat dia amat tersiksa dan
merasa gundah gulana, serta ingin untuk segera bening kembali!
Jamaah Jumat rahimakumullah..
Dua potret kejadian di zaman nubuwwah di atas, menggambarkan dengan jelas
kepada kita betapa tinggi tingkat kepatuhan para sahabat dengan aturan agama.
Dan betapa Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam telah
menggoreskan prestasi keberhasilan yang tidak ada bandingnya, dalam menanamkan
benih-benih ketaatan dalam jiwa para sahabat.
Tanpa diawasi
beliaupun, mereka tetap menjalankan syariat dengan ketundukan sempurna!
Manakala bersalah, mereka segera mengakui kesalahannya, tanpa harus diseret ke
penjara, dikorek-korek di pengadilan, serta berkelit ke kiri dan ke kanan.
Bandingkan dengan
kondisi banyak manusia di zaman ini, yang giat bekerja manakala diawasi oleh
atasan, namun begitu pengawasan lengah, mereka bergegas memanfaatkan kesempatan
dalam kesempitan. Mental-mental ‘ABS (Asal Babe Senang)’!
Kembali kepada pembahasan tentang keberhasilan Nabi shallallahu
’alaihi wa sallam dalam mendidik para sahabatnya. Tidakkah
terbetik dalam diri kita sebuah pertanyaan mendasar, “Bagaimana Rasulullahshallallahu ’alaihi wa sallam hanya
dalam rentang waktu belasan tahun berhasil mencetak generasi unggul dalam
beragama? Apa gerangan resep suksesnya? Apa pula hal pertama yang beliau
tanamkan dalam jiwa para sahabat sebagai pondasi kokoh yang menjadi landasan
bangunan kuat di atasnya?”.
Jawaban dari seluruh pertanyaan di atas terangkum dalam penuturan
Aisyah radhiyallahu ‘anha berikut, tatkala beliau menjelaskan
metode penurunan Alqurân secara bertahap,
… إِنَّمَا نَزَلَ (أَيْ: اَلْقُرْآنُ) أَوَّلُ مَا نَزَلَ مِنْهُ:
سَوْرَةٌ مِنَ الْمُفَصَّلِ فِيْهَا ذِكْرُ الْجَنَّةِ وَالنَّارِ، حَتَّى إِذَا
ثَابَ النَّاسُ إِلَى الإِسْلاَمِ، نَزَلَ الْحَلاَلُ وَالْحَرَامُ. وَلَوْ نَزَلَ
أَوَّلُ شَيْءٍ: لاَ تَشْرَبُوا الْخَمْرَ، لَقَالُوا: لاَ نَدَعُ الْخَمْرَ
أبداً، وَلَوْ نَزَلَ: لاَ تَزْنُوا، لَقَالُوا: لاَ نَدَعُ الزِّنَا أَبَداً ….
“…Sesungguhnya
(surat Alqurân) yang pertama kali diturunkan
adalah surat
yang menceritakan tentang surga dan neraka. Tatkala saat itu orang-orang telah
berbondong-bondong masuk Islam, baru turun (ayat-ayat yang menjelaskan hukum)
halal dan haram. Seandainya (ayat) yang pertama kali turun adalah ‘Jangan
kalian minum khamr (minuman keras)’, niscaya orang-orang akan berkata,
‘Selamanya kami tidak mau meninggalkan khamr’. Begitu pula jika (ayat)
yang pertama kali turun, ‘Jangan kalian berzina’, niscaya mereka akan berkata,
‘Kami tidak akan meninggalkan zina selamanya’…” [HR. Bukhârî (hal. 1087 no. 4993).].
Al-Hâfizh Ibnu Hajar rahimahullâh menjelaskan maksud dari perkataan di
atas, “Aisyah menerangkan hikmah Allah Ta’ala di balik pengaturan susunan turunnya
(ayat-ayat dan surat-surat Alqurân).
(Surat
atau ayat) Alqurân yang pertama kali turun adalah dakwah kepada tauhid dan
pemberian kabar gembira kepada orang-orang yang beriman dan taat; bahwa mereka
akan dimasukkan ke surga. Juga ancaman bagi orang kafir; bahwa mereka akan
dimasukkan ke neraka. Tatkala umat telah merasa mantap dengan hal itu, baru
kemudian (ayat-ayat yang menjelaskan tentang) hukum-hukum (halal dan haram)
diturunkan. Oleh karena itu Aisyah berkata, ‘Seandainya (ayat) yang pertama
kali turun adalah ‘Jangan kalian minum khamr dst.”. Sebab rata-rata orang akan
merasa berat untuk meninggalkan perbuatan-perbuatan yang telah lama
digemarinya” [Fath
al-Bârî (IX/51).].
Jadi, sumber kesuksesan pendidikan Rasul shallallahu ’alaihi wa sallam adalah
karena beliau memulai dakwahnya dengan poin yang diperintahkan Allah Ta’ala sebagai titik tolak dalam berdakwah,
yakni: tauhid atau akidah.
Kaum muslimin dan
muslimat yang kami cintai…
Manakala akidah itu lurus dan benar, serta menghunjam kuat dalam dada kaum muslimin, maka saat itu insyaAllah keberhasilan, kejayaan, kemenangan akan senantiasa datang menyapa mereka.
Namun kebalikannya, manakala akidah tersebut rapuh, maka akan rapuh pulalah seluruh lini kehidupan mereka.
Akidah memang tidak terlihat, namun sangat urgen. Seperti
pondasi suatu bangunan yang tidak terlihat, namun begitu vital bagi kekokohan
dan kekuatan bangunan, tanpanya dia akan ambruk. Akidah bertempat dalam hati, jika
lurus maka akan luruslah lahiriah manusia, begitu pula sebaliknya. Sebagaimana
diisyaratkan dalam sabda Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam,
أَلاَ وَإِنَّ فِي الْجَسَدِ
مُضْغَةً إِذَا صَلَحَتْ صَلَحَ الْجَسَدُ كُلُّهُ وَإِذَا فَسَدَتْ فَسَدَ
الْجَسَدُ كُلُّهُ أَلَا وَهِيَ الْقَلْبُ.
“Ketahuilah bahwa di dalam tubuh ini ada segumpal daging. Jika ia
baik maka seluruh jasad akan baik. Namun jika ia rusak maka seluruh jasad akan
rusak. Ketahuilah bahwa segumpal daging tersebut adalah: hati.” (H.r. Bukhari dan Muslim dari an-Nu’man bin Basyir radhiyallahu
’anhu).
Bukanlah mudah mendirikan bangunan kuat akidah insan, sebab
membutuhkan waktu lama dan usaha yang tiada henti. Lihat Rasulullah shallallahu
’alaihi wa sallam selama
tiga belas setengah tahun tanpa kenal lelah berjuang menancapkan akidah dalam
jiwa umatnya!
Wahai
kaum muslimin, inilah jalan para nabi, tidak sepantasnyakah kita meniti jalan
mereka??
أقول قولي هذا، وأستغفر الله لي
ولكم ولجميع المسلمين والمسلمات، فاستغفروه إنه هو الغفور الرحيم.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar